
Dunia usaha saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perubahan yang dahulu terjadi dalam hitungan dekade, kini bisa terjadi hanya dalam waktu satu atau dua tahun. Berbagai bentuk usaha baru bermunculan, baik secara tradisional maupun modern. Usaha kecil menengah (UKM) terus tumbuh, digitalisasi mempercepat transaksi, dan media sosial menjadi etalase utama berbagai produk dan jasa. Di tengah lanskap yang dinamis ini, peluang usaha sebenarnya tersebar luas di sekitar kita. Sayangnya, tidak semua generasi muda memiliki kepekaan untuk menangkap peluang tersebut, termasuk para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), khususnya mereka yang mengambil jurusan pemasaran.
Secara teoritis, siswa jurusan pemasaran telah dibekali dengan berbagai konsep dan strategi untuk mengenali serta mengeksekusi peluang bisnis. Namun pada praktiknya, banyak di antara mereka yang belum mampu membaca potensi usaha di lingkungan sekitar. Mereka menguasai teori promosi, mengenal bauran pemasaran, bahkan mampu mempresentasikan produk dengan baik. Tetapi ketika diminta untuk merancang usaha yang relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal, sebagian besar masih kebingungan. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam pendekatan pembelajaran kewirausahaan di SMK.
Kurangnya kepekaan siswa dalam melihat peluang usaha berdampak besar pada masa depan mereka. Banyak lulusan SMK yang akhirnya tidak memiliki inisiatif untuk berwirausaha, padahal tujuan utama dari pendidikan kejuruan adalah menciptakan tenaga kerja siap pakai yang mandiri. Tanpa kemampuan membaca tren pasar lokal, mereka juga akan kesulitan bersaing dalam dunia kerja maupun industri kreatif yang menuntut adaptasi tinggi. Maka dari itu, penting bagi guru dan institusi pendidikan untuk menumbuhkan kepekaan siswa terhadap dunia usaha, tidak hanya sebagai teori, tetapi juga sebagai realitas yang bisa diamati, dianalisis, dan dimanfaatkan.
Salah satu langkah strategis yang bisa diterapkan adalah dengan memberikan penugasan survei lapangan. Siswa diajak untuk keluar dari ruang kelas dan mengamati secara langsung dinamika usaha yang ada di lingkungan masyarakat. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan mengunjungi pasar tradisional, warung, toko kelontong, maupun pelaku UMKM lainnya. Mereka dapat melakukan wawancara singkat untuk mengetahui jenis usaha yang dijalankan, produk yang dijual, harga jual, cara promosi, hingga strategi pelayanan pelanggan. Melalui pengalaman langsung ini, siswa tidak hanya belajar tentang jenis usaha, tetapi juga mulai memahami pola konsumsi dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
Selain survei, siswa juga perlu dilibatkan dalam pengamatan terhadap perkembangan usaha tradisional dan modern. Banyak contoh menarik yang bisa dijadikan bahan diskusi, seperti warung kelontong yang berkembang menjadi minimarket, atau pedagang kaki lima yang kini menjual produknya lewat TikTok Shop. Dengan membandingkan dua model usaha ini, siswa bisa memahami transformasi model bisnis yang terjadi di masyarakat. Mereka juga bisa berdiskusi tentang bagaimana menggabungkan unsur tradisional dengan pendekatan modern, seperti menjual makanan khas lokal melalui platform digital dengan kemasan yang menarik. Proses ini akan menumbuhkan wawasan sekaligus mendorong daya kreasi mereka dalam melihat dan menciptakan peluang.
Langkah penting berikutnya adalah menugaskan siswa untuk membuat proposal usaha. Kegiatan ini menjadi wadah bagi siswa untuk menuangkan ide-ide mereka secara sistematis dan profesional. Proposal usaha yang baik tidak hanya mencantumkan nama dan latar belakang bisnis, tetapi juga mendeskripsikan produk atau jasa yang ditawarkan, menjelaskan target pasar, melakukan analisis terhadap pesaing, serta menyusun rencana pemasaran dan proyeksi keuangan. Melalui tugas ini, siswa belajar berpikir realistis dan menyusun strategi berdasarkan data serta hasil observasi di lapangan.
Jika langkah-langkah tersebut dijalankan secara konsisten dan menyenangkan, hasil yang diharapkan akan mulai tampak. Siswa akan lebih mampu mengidentifikasi dan mengeksekusi peluang usaha yang ada di lingkungan mereka. Mereka menjadi lebih terbiasa melihat potensi dari hal-hal sederhana yang sebelumnya terabaikan. Ide-ide usaha yang mereka hasilkan pun akan lebih kontekstual, relevan, dan bahkan bisa langsung dijalankan dalam skala kecil sebagai bentuk eksperimen kewirausahaan. Tidak hanya itu, siswa juga akan lebih percaya diri dalam menyusun rencana bisnis dan melakukan presentasi di depan guru maupun calon investor kecil, seperti orang tua atau komunitas lokal.
Kepekaan terhadap peluang usaha juga membuka jalan bagi siswa untuk memanfaatkan media sosial secara efektif dan bijak. Platform seperti Instagram bisa digunakan untuk membangun visual branding dan menyampaikan konten edukatif tentang produk mereka. TikTok memungkinkan mereka mempromosikan produk dengan cara yang kreatif dan berpotensi viral. Sementara YouTube bisa menjadi saluran untuk membuat video testimoni, tutorial penggunaan produk, atau bahkan vlog perjalanan usaha mereka. Namun demikian, penting juga bagi guru untuk menanamkan etika digital dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial agar tidak menimbulkan dampak negatif.Untuk mendukung keberhasilan program ini, guru pembimbing memiliki peran yang sangat vital. Metode project-based learning sebaiknya digunakan agar siswa lebih aktif, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap hasil karyanya. Libatkan pelaku UMKM sebagai narasumber atau mentor agar siswa mendapatkan gambaran nyata tentang dunia usaha. Sekolah juga bisa mengadakan simulasi pameran usaha mini sebagai ajang uji coba ide-ide bisnis yang telah dirancang siswa. Kegiatan ini bisa menjadi momen penting untuk melatih kemampuan komunikasi, negosiasi, dan evaluasi terhadap produk yang mereka tawarkan.Tak kalah penting, guru perlu mendorong kolaborasi antarsiswa untuk membentuk tim wirausaha. Dunia usaha tidak bisa dijalankan secara individualistik. Dibutuhkan kerja sama, pembagian tugas, dan sinergi antarpersonal agar usaha bisa berjalan lancar. Melalui kegiatan kolaboratif, siswa belajar menyusun struktur organisasi kecil, memahami peran masing-masing anggota, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Pada akhirnya, upaya untuk meningkatkan kepekaan siswa dalam melihat peluang usaha bukan semata-mata untuk memenuhi target kurikulum kewirausahaan. Ini adalah investasi jangka panjang bagi masa depan mereka. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan persaingan yang semakin ketat, siswa yang mampu mengenali dan menciptakan peluang memiliki modal besar untuk bertahan dan berkembang. Mereka tidak hanya siap menjadi pekerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja baru yang memberi manfaat bagi banyak orang.Mari kita bantu siswa SMK jurusan pemasaran untuk menjadi generasi muda yang kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan dunia usaha dengan percaya diri. Tugas guru bukan hanya mengajarkan teori, tetapi juga menyalakan kepekaan, memupuk keberanian, dan membentuk karakter wirausaha sejati. Karena sejatinya, wirausaha dimulai dari kesadaran bahwa peluang itu ada di sekeliling kita. Yang membedakan hanyalah kepekaan untuk melihatnya.
Penulis : Awal Nurro’ining, Guru SMK Negeri 3 Jepara